Senin, 21 Juni 2021

BAPA (GURU TANPA KATA)

BAPA (GURU TANPA KATA) 
------------------------------------------
(senja kampung kinam) 

Setiap orang memiliki sesosok Ayah.  Entah itu Presiden sampai Rakyat Jelata pasti punya satu sosok yang di kagumi,  Dialah Ayah.  Definisi Ayah bagi setiap orang pasti berbeda-beda. entah itu yang lahir dari keluarga miskin hingga yang lahir dari keluarga yang sudah bergelimang harta (berkecukupan).  

Kisah ini berawal di tahun 2008, saat itu usiaku baru menginjak 10 tahun.  Tumbuh dari keluarga sederhan dari pelosok negeri yang belum mengenal dunia luar,  kami hanya bangga jika malam nanti bapa nyalakan Lampu gas apabila ada minyak tanah. itu sdh lebih dari cukup dan membuat kami merasa bersyukur.  Masa-masa itu sulit di lupakan,  kami jauh dari dunia luar,  guru di sekolah hanya ada dua,  namun semangat belajar sangat tinggi.  

Bapa berkerja di kebun,  sekalian merangkap menjaring ikan di laut.  Sejak kecil,  saya terus mengikutinya.  Hingga suatu ketika, saya pulang bersamanya hampir pukul 9.00 malam.  Malam itu  warga kampung panik,  bapak mendayung dengan perlahan membelah lautan,  gelap gulita,  saya tak melihat apa-apa.  Malam itu dingin,  kayu bakar menumpuk di depan perahu kole-kole (Sampan).  Saya Hanya dengar suara deru ombak di bibir pantai.  Bapa hanya bisa melihat muara melalui instingnya yang tajam, mungkin bapa sudah terbiasa dengan gelapnya malam dan panasnya matahari.  saya duduk berdiam diri dalam perahu kecil itu.  Angin malam perlahan menusuk kulit yang tipis di bungkus baju bapa yang agak tebal.  Bapa terus mendayung,  sesekali ia menyeru "Madi,  jangan banyak bergerak,  perahu ini kecil dan oleng" sambil terus mendayung.  

Tak lama kemudian,  Dari ujung muara dekat kampung,  yang berjarak sekita 800 meter dari kampung saya sudah bisa mendengar suara dari tepi pantai, "Madi.... Oo adi oyaman amipe....(madi kau dengan bapa dimana...  " itu suara panggilan dari warga kampung. Ada beberapa perahu kampung yang berusaha mencari saya dan bapa.  Bapa dari belakang perahu menjawab ucapan itu dengan Suara yang lantang, keras dan panjang "Yuuuu..... " memberi isyarat bahwa kami sudah pulang.  

Mama sudah marah kesal,  apalagi nenek,  tete,  dan keluarga besar.  Mereka semua marah sama bapa.  Malam itu,  hampir sebagian warga kampung berdiri di pinggir pantai menunggu dan mencari saya dan bapa.  Maklum,  sejak dini hari  saya bersama bapa sudah pergi melaut,  mulai dari menjaring ikan,  sampai masuk hutan di salah satu pulau kecil untuk mencari kayu bakar. Malam itu, selain ikan yang kami bawa pulang,  ada kayu bakar dan beberapa kelapa muda yang di bawa dari pantai.  bonusnya hari itu,  saya bersama bapa  di terpa hujan yang lebat, membuat kami menepi di salah satu pantai dan berteduh dari derasnya hujan. Tanpa jaket, bapa rela berikan bajunya.  Badannya yang masih kekar dan berotot membuatnya seperti super hiro. beliau hanya bilang "pakai ini,  jangan lepas. Bapa tidak apa-apa". Bagi saya bapa adalah super hiro. jiwa besar,  pantang menyerah,  dan kerasnya hidup,  membuatnya tidak pernah ada rasa takut dalam dirinya.  Bagi bapa,  pulang harus membawa hasil, entah itu ikan,  sayur,  keladi, asalkan bisa di makan dengan jerih payah dan hasil keringat yang baik dan halal. semua itu ia Lakukan demi keluarga kecilnya.  Hari-hari kulalui dari lingkungan yang keras seperti itu,  saya tumbuh dan besar bersama lingkungan dan alam yang selalu menantang dan penuh tanda tanya.  dan makna dari semua itu mengajarkan banyak hal ketika  saya tumbuh dewasa.  Sifat pantang menyerah dari Bapa mewarisi dan mengalir dalam nadiku.  

Orang-orang di kampung memberikan julukan kepada saya  dengan sebutan "Karfawagak". Entah itu kata dari mana,  saya tidak paham.  Yang jelas,  kata itu menggambarkan seorang anak yang tak bisa lepas dari Ayahnya.  Kemanapun Ayahnya pergi,  dia pasti ikut.  Ya,  julukan itu memang benar.  Di akui atau tidak,  saya tumbuh besar bersama Ayah.Tabiat dan karakter dari Ayah mewarisi sifatku.  Saat di hutan ataupun di laut,  Saya selalu tenang dan merasa bahagia apabila berada di dekatnya.  Hidupku penuh dengan tantangan dan penuh petualangan bersama bapa.  

Saat saya tumbuh dewasa,  saya mulai paham,  bahwa ada sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal: suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi.  Semakin tinggi suhu yang di terimanya,  semakin tinggi tekanan yang di perolehnya. Jika dia bisa bertahan,  tidak hancur, dia justru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara.  Keras.  Kokoh.  Mahal harganya.  Itulah pelajaran hidup yang selama ini saya dapat dari bapa.  Beliau bukan motivator hebat,  bukan guru besar,  bukan ustadz dan bukan  pengusaha sukses. Bapa hanya seorang Pria yang sederhana,  hidup dari hasil jerih payah dan kerja kerasnya untuk menafkahi keluarga kecilnya.  hidup bapa ada di hutan,  laut,  badai,  angin,  ombak dan sengatnya matahari.  Bapa adalah seorang petani sekaligus nelayan yang hebat.  Jika di hutan membuat kulit kakinya tebal,  di laut angin dan ombak mempertebal mentalnya.  Bapa adalah super hiro yang pernah saya saksiskan secara langsung. 

Bapa adalah guru tanpa kata,  kepedulian tanpa menuntut,  dan penyayang di kala duka.  Dengan kepedulian dia merawatku siang dan malam,  dengan melihatnya mengais rejeki dia adalah guru tanpa kata,  dengan melihatnya memberi nafkah dia adalah penyayang tanpa harus ia harapkan balasan.  Panggilan hatinya membuat bapa melakukan semua itu.  Hingga saat ini, pelajaran hidup itu masih melekat pada  saya  untuk menjalani hidup penuh dengan kehormatan,  tantangan dan kepedulian.  inilah Bapa,  "GURU TANPA KATA". 

Oleh 

Ismail Weripang

Senin, 14 Juni 2021

Cinta

Cinta

Tak ada tinta untuk melukiskan cinta,  tak ada irama yang semerdu cinta,  definisi cinta begitu sulit untuk di gambarkan.

 Cinta adalah cinta.  Sumber dari segala sumber cinta adalah sang Maha Pemberi Cinta.  

Aku tak mampu melukiskan Adab cinta. Yang Mampu hanya Allah bersama Rasul-Nya.  Saripati cinta dari Allah dan Rasul-Nya lah aku hidup dan mengenal cinta.  

Lalu... 
Ada yang mengatakan cinta itu sakit,  cinta itu rumit,  cinta itu palsu,  cinta tak ada. Aku diam,  lalu bertanya, apakah engkau sudah kembali pada sumber Pemberi cinta?  Mengapa engkau menghakimi cinta?  Bukankah Cinta itu Anugerah terbesar yang kau punya?  Cobalah berfikir,  bagaimana jika engkau hidup tanpa cinta.  

Maka kembalilah pada Maha Pemberi Cinta,  biarlah hidupmu mengalir di atas aliran Cinta.  Jangan hanya satu makhluk kau patahkan Cinta yang Allah Berikan.  

Ismail Weripang

Untukmu...

Untukmu... Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibaw...