Selasa, 27 Oktober 2020

Islamophobia dan pancasilais (Spesial Hari Sumpah Pemuda)

Islamophobia dan pancasilais 
****************============**********

20 oktober 2020, bertepatan dengan hari sumpah pemuda saya sengaja buka medsos dan mendapati video yang beredar di medsos pertengkaran antara anak bangsa terkait cadar Islam Radikal dan Nasionalis.  Miris!! Sangat miris saya saksikan vidio itu.  Dalam benak saya langsung teringat pada para pahlawan yang telah berjuang mengusir penjajah,  para pemuda yang bersatu dengan bambu runcing tanpa harus membenci satu sama yang lainnya.  

Melihat anak bangsa yang bertengkar karena berbeda pandangan menambah bumbuh perpecahan serta kebencian antar sesama Muslim itu Sendiri.  Pemikiran Islam dalam wawasan kebangsaan Indonesia secara langsung telah melahirkan Negara kesatuan Republik Indonesia.  Ia tidak lahir begitu saja dalam benak para bapak bangsa, melainkan ia telah bersama dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.  Ide kebangsaan lahir,  menyatu,  dan berkembang Bersama Islam.  Kita harus menyadari bahwa Toleransi bukan ucapan semata yang di koar-koar secara luas.  Mengklaim diri paling baik,  paling soleh,  paling pancasilais,  paling NKRI adalah sikap arogansi yang kerap kali justru menimbulkan perpecahan antar anak bangsa.  Islamophobia muncul karena cara pandang yang keliru terhadap Islam. Hal ini telah di ungkapkan di Chanel Youtube Felix Siauw.  Yang ingin saya bahas di sini adalah bagaimana kita bisa memahami  Pancasila dan Islam sebagai Rujukan utama untuk menyadarkan kita bahwa Islam bukan berarti Radikal apalagi anti sama pancasila.  Ada beberapa hal yang perlu di ketahui agar tidak ada lagi Islamophobia adalah sebagai berikut.  

Pertama:
Bahwa Nilai Moral Islam telah membentuk menjadi Roh yang mengisi Tauhid Pancasila.  Gagasan sila Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah lahir dari ruang hampa tanpa makna.  Ia lahir dari suatu konsep Tauhid yang murni Islam memandang Allah sebagai titik awal berangkat,  berkreasi membangun bangsa.  Nilai Tauhid itu menjadi Roh utama yang membentuk sila-sila selanjutnya dalam falsafah pancasila.  Fondasi Tahid yang menjadi dasar bangunan Islam telah pula diletakkan oleh para bapak bangsa sebagai Fondasi kukuh sebuah Rumah bernama Indonesia.  Sebagai Generasi milenial sudah seharusnya kita cerdas melihat persoalan bangsa, bukan malah di suruh adu jotos yang justru merugikan diri kita,  agama kita,  dan banga kita.  Ayo sadar pemuda.  Bangun dari tidur panjangmu.  Lihatlah orang-orang di sampingmu yang membutuhkan tenagamu,  pikiranmu,  dan juga aksi-aksimu yang nyata.  Masih ingatkah pesan Bapak bangsa kita?  Ir. Soekarno.  Beliau pernah mengatakan bahwa "perjuangan saya mudah karena mengusir penjajah,  sedangkan perjuanganmu jauh lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". Terbukti hari ini hal itu terjadi.  

Kedua:
Bahwa wacana Keislaman dengan Tauhid sebagai Fondasi berbangsa melalui pancasila dalam perjalanan sejarahnya telah mengalami pasang surut.  Banyak pihak yang berupaya memisahkan bahkan membenturkan nilai-nilai Tauhid dengan pancasila,  dengan kata lain Islam Vs Pancasila.  Islam di sisi lain berhadapan dengan pancasila di sisi lain berhadapan untuk siap saling menerkam dan menikam.  Untuk itu perlu kembali kita mendudukkannya pada proporsi relasi yang sesungguhnya untuk melihat relasi konstruktif Islam dalam falsafah Pancasila.  

Gagasana Keislaman dan kebangsaan dalam benak pemikiran berbangsa dan bernegara telah menyelimuti para bapak bangsa pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.  HOS Tjokroaminoto, Soekarno,  Mohammad Hata,  M. Natsir,  Sjafruddin Prawiranegara,  Buya Hamka,  dan lainnya banyak mengadopsi nilai-nilai luhur Islam dalam membentuk alam berpikir guna membangun suatu gagasan Falsafah Luhur pancasila.  Penjajahan tidak saja berkait dengan penindasan fisik semata tetapi bertentangan dengan falsafah cita Islam.  Kesadaran akan arti penting berislam menjadi bahan bakar penggerak bagi pejuang untuk memerdekan bangsa ini.   Sudah saatnya kita sebagai pemuda perlu mengenal sejarah perjuangan,  wawasan kebangsaan,  dan bagaimana kita bisa mengimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.  Perbaharuilah semangatmu kawan,  genggamlah tanganku,  kuatkan tekadmu,  kita berjuang bersama,  berkarya bersama,  tanpa fanatik,  tanpa harus anti terhadap agama apapun,  golongan apapun,  dan Ras apapun. 

NegarawanMuda

Oleh
Ismail weripang




Minggu, 11 Oktober 2020

Idealisme Mahasiswa

Idealisme Mahasiswa
**********************
Menjaga marwah idealisme Mahasiwa yang turun kejalan melakukan aksi demonstrasi beberapa hari terakhir memang menjadi viral.  Kita harus maklum, ketika ada yang menganggap kehidupan mahasiswa di kampus-kampus perguruan tinggi mengakibatkan terelenasi didalam menara gading atau sangkar filsuf tidak berkooptasi atau terafiliasi oleh elit kekuatan politik.  Itu mungkin benar.  Apalagi terkait uu omnibus law yang sorot akan kepentingan kapitalis.  Tapi justru karena itulah mereka merasa dekat dengan rakyat, dan senantiasa menyeru untuk mengingatkan pentingnya moralitas yang bersumber dari kepentingan rakyat.  Merekalah satu-satu kekuatan kalau mau dibilang secara konsisten berada di depan  rakyat dalam segala kondisi dan mampu berhadapan dengan arogansi kekuasaan. Suatu kekuatan moral yang ironisnya berbanding terbalik dengan partai politik yang seringkali plin-plan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. 
mahasiswa memiliki banyak potensi untuk mengawal aspirasi rakyat dan berani kritis tanpa beban kepada penguasa.  Hal ini dibuktikan berdasarkan sejarah panjang beradaban bangsa Indonesia.  Reformasi 1998 merupakan bukti bahwa mahasiswa adalah aktor-aktor utama di balik runtuhnya Rezim Otoriter yang di pimpin oleh Soeharto.  Maka tak heran mereka berani berhadapan langsung dengan aparat TNI-POLRI walaupun nyawa adalah taruhannya.  Praduga bahwa,  dalam kalangan kita semata-mata menemukan transforman sosial berupa lebel-lebel amarah, sebenarnya harus di imbangi oleh kenyataan pula, bahwa dalam golongan mahasiswa inilah terdapat pahlawan-pahlawan masa damai yang dalam kegiatan pengabdiannya terutama di dorong oleh aspirasi-aspirasi murni   dan semangat yang ikhlas.  Golongan ini bukan saja haus edukasi,  akan tetapi berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu,  sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator dengan caranya yang khas.  Tidaklah keliru kalau mereka menjadi tumpuan kepentingan rakyat yang terabaikan oleh sistem kekuasaan. Karena mereka di anggap mempunyai tiga fungsi: belajar,  aksi sosio-kultur dan perjuangan politik.  Oleh sebab itu,  tak heran mereka terus aktif dalam berbagai bidang.  Tak terkecuali perjuangan aspirasi buruh dan rakyat terkait uu omnibus law yang lagi hangat di perbincangkan ditengah publik.  

Oleh
Ismail weripang

Jayapura,  11 oktober 2020

Selasa, 06 Oktober 2020

OMNIBUS LAW CIPTAKER DAN MATINYA DEMOKRASI

Omnibus Law Ciptaker Dan Matinya Demokrasi
----------------------------------------------------------
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), senin (5/10/2020), telah mengetok palu tanda di sahkan Omnibus Law RUU cipta kerja menjadi undang-undang.  Pengesahan tersebut banyak mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat seperti buruh,  tani,  nelayan, mahasiswa dan warga net atau yang biasa di sapa netizen juga ikut menolak Omnibus law ciptaker.  Publik bertanya-tanya mengapa pemerintah dan juga DPR Terburu-buru mengesahkan UU omnibus law ciptaker tersebut.  Ada apa?  Mengapa terburu-buru?   Padahal ada masalah yang lebih urgen yang seharusnya di selesaikan oleh Dpr dan juga pemerintah. Masalah yang urgen dan paling penting  seperti Pandemi Covid-19 yang berjalan kurang lebih Tujuh bulan dan terus bertambah angka yang positif di Indonesia justru diabaikan begitu saja. Alhasil dengan terus bertambahnya kasus positif covid-19 di indonesia justru menambah beban ekonomi bangsa.  dengan di sahkan undang-undan ciptaker ini justru menimbulakan berbagai gejolak masa yang turun ke jalan terutama Buruh,  Tani,  nelayan dan juga mahasiswa.  Kemungkinan untuk memperhatikan protokol kesehatan yang telah di tetapkan oleh pemerintah justru  akan di abaikan dengan aksi masa yang turun ke jalan.  

Disisi lain,  langkah senyap Dpr dan pemerintah dalam memuluskan omnibus law Rancanagan undang-undang (RUU)  cipta kerja akhirnya terwujud.  Adapun poin-poin yang di anggap kontroversial dalam Undang-undang omnibus law yang menjadi sorotan publik antara lain seperti penghapusan upah minimum,  jam lembur yang lebih lama,  kontrak seumur hidup dan rentan PHK, pemotongan waktu istirahat,  dan mempermudah perekrutan TKA.  Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pengusaha dan sebaliknya sangat merugikan bagi para buruh.  Selain itu potensi konflik agraria dan/  SDA lingkungan hidup juga menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat.  Terutama masyarakat adat.  Mengingat selama 5 Tahun terakhir ada sekitar 1.298 kasus kriminalisasi terhadap rakyat akibat mempertahankan hak atas tanah dan wilayah hidupnya.  Misalnya perubahan undang-undang UU P3H (Pasal 82, 83 dan 84, yang ada didalam pasal 38 UU cipta kerja)  soal ancaman pidana kepada orang-perorangan yang di tuduh melakukam penebangan pohon, memanfaatkan hasil hutan tanpa perizinan dari pejabat berwenang di kawasan hutan tersebut.  Hal ini sungguh miris jika mau di lihat dari kacamata kita sebagai orang asli papua yang hidupnya sehari-hari bergantungan dengan alam seperti berkebun,  berternak,  dan juga mencari kayu bakar di hutan.  Dengan di sahkan undang-undang cipta kerja ini tentu sangat mempermulus langkah korporasi untuk eksploitasi hasil alam secara besar-besaran.  Tentu yang rugi bukan hanya buruh saja,  Tapi kita semua yang merasa anak bangsa bagian dari NKRI sangat di Rugikan.  Disisi lain omnibus law cipta kerja ini justru sangat mengungkan bagi pengusaha dan juga penguasa.  
Dengan demikian Demokrasi yang kita kenal dari rakyat,  oleh rakyat dan untuk rakyat hanya menjadi slogan semata.  Justru sebaliknya dari penguasa,  oleh penguasa dan untuk penguasa.  Maka matinya sebuah sistem yang demokratis justru di lakukan oleh penguasa kita sendiri.  Terutama wakil rakyat kita yang menjalin hubungan cinta segitiga antara penguasa dan kapitalis. Justru wakil rakyat kitalah yang selama ini kita percaya untuk menyambung lidah rakyat justru memilih berselingkuh dengan penguasa dan kapitalis.  Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat justru di khianati oleh wakil kita sendiri.  Maka matinya suatu sistem yang demokratis justru di lakukan oleh penguasa Dan Dpr.  Semoga saja upaya yang di lakukan oleh kaum buruh, tani,  nelayan dan mahasiswa yang turun ke jalan tidak sia-sia dan dapat di dengarkan aspirasinya oleh penguasa.  Rezim ini sudah seharusnya tidak bersikap bodoh amat dalam manampung setiap aspirasi yang disampaikan oleh rakyatnya agar tidak terjadi korban jiwa akibat aksi masa yang turun ke jalan. Kemungkinan Timbulnya tindakan-tindakan anarkis justru menambah daftar panjang persoalan bangsa ini.  Pemerintah sudah seharusnya menjadi pendengar yang baik agar rakyat bisa percaya bahwa bangsa ini masih punya pemimpin dan juga wakilnya.  Untuk mengantisipasi konflik Horizontal dan Vertikal dimasa yang akan datang tentu harus kita benahi sistem sejak dini.  Terutama wakil-wakil rakyat kita yang justru saat ini berkhianat dari rakyatnya sendiri.  

Oleh
Ismail weripang

Untukmu...

Untukmu... Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibaw...