Sabtu, 20 Juni 2020

Islam dan Andalusia

Islam dan Andalusia


BincangSyariah.Com – Setelah pertikaian antara pemimpin Badajoz dengan Sevilla mereda akibat diredam oleh pimpinan dari Bani Juhur yang menguasai Cordoba, timbul lagi pertikaian antara Sevilla dengan Granada.

Pertikaian terjadi selain karena ambisi untuk merebut wilayah, juga sikap rasis yang lahir dari konflik kedua belah pihak. Pimpinan Granada dan keturunannya merupakan keturunan suku Barbar. Sedangkan pimpinan Sevilla dan keluarganya merupakan keturunan bangsa Arab asli. Sikap rasis acapkali menimbulkan perasaan paling baik, benar dan ingin menjadi dominan.

Bani Zairi yang memiliki Dinasti di Granada memiliki ambisi untuk menandingi keunggulan Dinasti Bani Abbad di Sevilla selama bertahun-tahun. Bani Abbad memiliki keunggulan di kekuatan militer dan sastra. Sedangkan Bani Zairi unggul dalam bidang militer saja. Bani Abbad selaku keturunan Arab asli selalu memiliki ambisi melawan orang-orang yang berusaha untuk mnyingkirkan suku Barbar, di Andalusia. Akibat ambisinya timbullah peperangan dangan Bani Abbad pemilik Sevilla.

Pertempuran keduanya berawal dari Ibnu Abbad, pimpinan Sevilla yang hendak merebut Cormona, Istiga dan Sodania dari al-Barzali. Al-Barzali lalu mengirim surat kepada Idris al-Mutaayyad al-Hamudy (pimpinan wilayah Malaga) dan suku-suku Sonhajah yang masih bagian dari Suku Barbar. Ia memohon agar Idris mengirim tentara bantuan yang dipimpin oleh Ibn Baqonnah Ahmad bin Musa untuk menyerang pasukan Ibnu Abbad. Begitu juga Badis bin Habus, pemimpin Dinasti Bani Zairi yang berasal dari suku Barbar membantu untuk melawan pasukan Dinasti Bani Abbad yang dipimpin oleh Ismail bin Abbad. Peperangan berakhir dengan terbunuhnya Ismail, kepalanya dipenggal dan diserahkan kepada Idris.

Permusuhan antara Sevilla dengan Granada ditandai dengan persaingan yang sengit dalam pemerintahan terutama perluasan wilayah. Konflik makin meruncing saat al-Mu’tadhid bin Abbad menggantikan ayahnya memimpin Sevilla dengan Badis bin Habus dalam merebut Malaga. Padahal di awal pasukan Bani Zairi membantu pimpinan Cormona bersama tentara pasukan Malaga untuk melawan Sevilla. Kini Bani Zairi juga justru ingin merebut kota Malaga. Pada akhirnya kota Malaga berhasil direbut oleh Bani Zairi di bawah pimpinan Badis bin Habus, sedangkan al-Mu’tadhid mendapatkan wilayah Algeciras (1054 M).

Rupanya penduduk Malaga merasa tidak puas dengan kepemimpinan Badis yang merupakan keturunan suku Barbar. Mereka secara diam-diam mengutus al-Mu’tadhid untuk menaklukkan Malaga dari kepemimpinan Badis. Ini menjadi angin segar bagi al-Mu’tadhid untuk kembali berjuang merebut wilayah Malaga. Namun Badis lebih cepat tanggap dalam menangani kedatangan musuhnya. Terjadi perang di antara kedua pasukan lalu karena pasukan di bawah kepemimpinan Badis lebih kuat, al-Mutamid melarikan diri bersama Ibnu Abbad al-Jabir ke kota  Ronda.

Pada tahun 1069 M al-Mu’tadhid wafat, lalu kepemimpinan diganti al-Mu’tamid, putranya yang bahkan lebih berambisi. Ia hendak meneruskan perjuangan ayahnya untuk merebut kota Malaga. Ia mengirim utusan ke Malaga untuk mengintai kepemimpinan Bani Zairi. Pengintai melaporkan secara berkala tentang keadaan kota Malaga.

Tapi Badis memiliki strategi kepemimpinan yang khas. Ia memiliki kekuatan di bidang militer dan politik untuk melawan musuh-musuhnya dan mempertahankan kekuasannya. Ketika Ibn Ya’qub, utusan al-Mu’tadhidh menyerang kota Ronda yang merupakan suku Barbar, Badis merasa tergerak untuk melakukan serangan balik. Akibat penyerangan yang terjadi di kota Ronda, ia berambisi untuk memusnahkan penduduk berkebangsaan Arab atau keturunan Arab di Andalusia.

Badis mengerahkan tentaranya dan berencana melakukan penyerangan di masjid. Meski ia telah diperingati oleh Yusuf bin Ismail bin Naghronah, salah satu menteri di pemerintahannya yang beragama Yahudi namun tidak digubris. Penyerangan tetap terjadi tetapi Allah telah menggagalkannya dan Yusuf telah memperingatkan para perempuan untuk tidak datang ke masjid. Konflik yang memuncak ini terjadi bukan hanya perebutan wilayah kekuasaan, tetapi juga akibat sikap rasis dari masing-masing kelompok, yaitu bangsa Arab dan Barbar.

Untukmu...

Untukmu... Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibaw...