Rabu, 12 Januari 2022

Perahu kajang Tua


Perahu kajang tua

Cerita perahu kajang tua masih membekas dihati dan akal.  Bagaimana para penakluk laut dan gunung dari negeri baham pernah ada di muka bumi.  

Teluk berau,  punya cerita sendiri tentang leluhur anak baham. Cerita turun-temurun ini bukan fiksi belaka,  melainkan realita yang pernah dirasakan oleh Tete (kakek),  hingga Bapak saat ini.  

Suatu malam yang gelap gulita,  gemerlap cahaya bintang menerangi langit malam.  Perahu kajang itu menuju arah sorong selatan untuk sekedar menukar sagu dengan sayur.  

"Arah kemudimu salah,  putar kiri sedikit,  lihat bintang yang paling terang itu,  muka perahu harus tepat pada bintang itu" ujar seorang pria paruh baya untuk kedua anaknya Yoko dan Dahlan.  

"Bagaimana mungkin bapak bisa tahu?  Sedangkan bapak sedang tidur dalam perahu" pikir Yoko dalam hati ketika memegang kemudi dibelakang perahu.  

Dahlan dengan dua dayung terus mendayung dengan punggung menghadap ke muka perahu. Ketiga anak bapak ini terus berlayar sesuai arah bintang yang sudah diarahkan oleh sang ayah.  

Lautan lepas,  gelap gulita,  bagimana anda bisa mengetahui arah?  Ya,  bintang adalah kompas alami.  Sang penakluk laut dizaman itu memang benar-benar hebat.  

Ketika tak ada angin,  Tete berdiri lalu memanggil angin untuk berlayar memakai layar. "suara memanggil angin itu sedih, dan itu benar-benar terjadi" ujar bapak.  

Sayang seribu sayang,  diantara keluarga bapak belum ada yang tau,  atukah mungkin saya yang belum mencari tahu, entahlah. Bapak bilang dia lupa bagaimana cara memanggil angin itu.

  Suara merdu nan sedih itu hilang ditelan zaman.  "suara memanggil angin itu benar-benar sedih" bapak menambahkan kalimatnya sambil menunduk menggulung pandoko.  

Kami, anak cucu punya rasa penasaran yang sangat tinggi tentang bagaimana keperkasaan para leluhur menakluk laut dan gunung.  Karena bagaimanapun juga kami hidup dari laut dan gunung.  

Kami dilahirkan untuk menjaga negeri ini, kami anak cucu besar dari lingkungan yang memang diwajibkan untuk bertahan hidup dari alam. Dan alam memberikan segalanya untuk kami. 

Pada akhirnya, Sebuah peristiwa mengungkap sejarah bahwa yang berusaha dieliminasi adalah orang-orang yang kuat. Terkadang Semesta banyak menyimpan misteri. Kita diharuskan untuk selalu mencari tahu apa dan siapa diri kita.  

Pesan Moral
"Kata "menyerah" tidak ada dalam kamus hidup para leluhur baham saat itu. Tekad dan keyakinan yang kuat membuat mereka optimis untuk sampai pada tujuan. Hidup keras bersama alam harusnya membentuk setiap karakter anak-cucu saat ini.  Walaupun tak memiliki kompas, para leluhur punya cara sendiri untuk menakluk laut dan gunung. Oleh karenanya, darah pantang menyerah harusnya mengalir pada anak-cucunya saat ini"

Untukmu...

Untukmu... Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibaw...