Minggu, 10 Juli 2022

Dua Pagi

Dua Pagi


Dua pagi dilembah kobrogatso, kabut tebal menyelimuti angkasa, burung-burung berkicau diwaktu pagi, air sungai mengalir tanpa henti, menambah nuansa hidup masyarakat dipedesaan.

Dua pagi yang berbeda terpadu dalam Kehidupan masyarakat Desa dan Kehidupan masyarakat kota. 

Hari-hari berlalu, kaum rebahan berpeluk mesra dengan benda kecil, Scroll berjam-jam hingga menemukan titik kejenuhan. 

Di belahan dunia lain, didekat sungai dan  pantai anak-anak bermain dengan riang, angin dan udara segar menambah nuansa daerah pesisir dan pegunungan. 

Bagiku, setiap pagi adalah awal dari setiap rencana. Patah - tumbuh, jatuh - bangkit, senang - sedih; sudah menjadi siklusnya. manusia punya rencana sedangkan Tuhan punya kendali.

"Besok ko pulang?"
"Iya bro, tapi jangan bilang ke teman-teman yang lain"
"Kenapa?"
"Pokoknya jangan beritahu dorang bro"
"Iya sa tahu, tapi kenapa, apa alasannya ko pergi diam-diam"
"Ada rencana besar, ada langkah besar, dan sa mau itu menjadi kejutan buat dorang, bukan saat ini, tapi nanti, ko juga akan paham suatu saat nanti" 
"Oke baik bro," 

Terkadang aku berfikir, Orang yang berhenti berusaha tidak pernah menang, dan pemenang tidak pernah berhenti berusaha. Semua hal yang terjadi pasti ada alasannya. baik itu yang sudah terjadi, sedang terjadi, atau bahkan telah terjadi.

Dibalik alasan tersebut ada sebuah kekuatan besar yang tidak ada yang dapat menandingi-Nya di alam semesta ini. Maka, bersyukur terhadap segala hal adalah kunci sukses menikmati hidup.

Dan Permata, tidak dapat dipoles tanpa gesekan, begitu pula manusia, tidak dapat disempurnakan tanpa cobaan. Tiba didepan pintu perpisahan, angin kenangan tertiup perlahan-lahan menusuk kalbu. Andai waktu bisa dilipat kembali, maka selipkan aku dimasa lalumu. Meski jarak dan rindu mengulur waktu. 

"Kau selalu tidak tetap bro?" 
"Yah.. beginilah nasib pengelana" 
Sambil kubalas senyumnya, aku pergi bersama ransel tua peninggalan ayah. 

"Hati-hati dijalan bro" teriaknya...
"Oke..." Sambil melambaikan tangan, akupun berlalu pergi. 

Kapal Pelni telah tiba subuh tadi dipelabuhan, aku bergegas mencari bekal untuk makan diatas kapal, maklum, diatas kapal ada barang-barang yang bisa dibeli, tapi harganya tak sama dengan beli langsung dari pelabuhan atau kota dimana kita tinggal. 

"Dua Pagi" kapal memecahkan ombak disamudera Pasifik, entahlah... Aku pergi dengan berbagai alasan, karena hobi, atau hanya ingin memuaskan diri berbaur langsung dengan masyarakat di daerah pelosok. Hingga akupun balik melepaskan rindu, untukmu, mama. 

Daerah tropis dipesisir teluk Berau menyimpan sebuah kisah yang layak untuk diangkat menjadi cerita. Subuh hingga petang, dua orang manusia yang sudah bergerak menggunakan kendaraan roda dua pulang-pergi mencari rezeki hingga petang bahkan malam tiba.  

Kabut tebal, dan udara dingin di waktu subuh menusuk hingga ke  pori-pori. dua orang manusia ini tetap teguh berjalan di bawah kaki langit, di sepanjang waktu.

Aku diam sejenak, menatap kedua wajah yang hampir keriput, namun tanpa lelah bekerja siang dan malam. "Bapak dengan mama pergi jual sayur, ko jaga adik-adik dirumah" suara lantang pria paruh baya itu disetiap Subuh terdengar. Selepas shalat subuh, ia bergegas, walaupun hujan, angin, dingin, dan panas menghampiri. 

Lama aku diam, lalu kujawab dengan singkat; "Iya Pak." Perjalanan dari kebun ke pantai sekitar 15 km pulang-pergi, setelah itu menempuh perjalanan laut untuk membawa sayur di salah satu distrik di teluk Berau. Terkadang aku berpikir "sejauh apapun jalan yang kita tempuh, tujuan akhir selalu rumah" disepanjang waktu, para pengais rezeki bekerja keras.

Aku bisa mencium aroma asin laut, aroma sejuk di waktu subuh di tengah lembah pegunungan kobrogatso,meski wajahku masih segar bukan berarti aku kuat seperti mereka. Pada debur ombak, pada suara angin sepoi-sepoi di waktu pagi, dan senja diwaktu menjelang magrib, aku terperangkap diantara kuat dan sok kuat. 

Secangkir teh manis dipagi hari, dan sepiring pisang goreng menemaniku di gubuk tua lembah pegunungan kobrogatso. Entahlah merasa nyaman dan tidak nyaman belum tentu menjawab berbagai pertanyaan dikepala. 

Benar kata orang, segala sesuatu tidak bertahan selamanya. Begitupun perjalanan, kelak ada rindu yang memaksa untuk pulang. Dari samudera, dari udara, sang pengembara memberi kabar bahwa dia akan pulang.

Dan untuk kedua orang tua yang hebat, di sepanjang waktu, kalian sang  pemilik tangan yang selalu mengusap, meredakan hati yang mulai bergejolak, kau menangis diam-diam, menutupi semua keluh tanpa harus semua orang tau. Hari ini, aku, jagoan kecilmu bertahan hidup dimasa kini dan nanti.

Pelabuhan dan kenangan. Hening, menampilkan suasana perpisahan, melepaskan pelukan hangat yang tak lagi sama.aku berpikir bahwa melompat pagar ketakutan dan mencari tantangan baru adalah ajang kesadaran untuk terus maju. 

Ombak yang perkasa memaksa untuk lawan,  hujan yang deras memaksa untuk bertahan, kini tibanya dingin yang menghampiri dan  memaksa untuk kuat, dan terik matahari akan  membuat kita lebih mencintai hari di sepanjang waktu. 

Hapuslah air matamu Bapak,
Hapuslah air matamu Mama,
Aku pergi, sebagai petarung.

Jika aku tak menjadi bagian dari solusi, tentu saja  aku menjadi bagian dari persoalan. ini adalah kesadaran diri disepanjang waktu...

Terkadang Zona nyaman adalah tempat dimana kita menyimpan diri dan tidak ada yang bisa tumbuh disana, tetapi potensi kita bisa tumbuh hanya bila kita bisa berpikir dan keluar dari zona itu...

Untuk dua pagi, terimakasih untuk sugukan keindahanmu, engkau membuatku sadar bahwa Hidup bukan kapal karam, dan kita tetap berlayar diantara dua pagi sambil terus bernyanyi di atas sekoci...


Oleh 
Ismail Weripang

Untukmu...

Untukmu... Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibaw...