Minggu, 23 Oktober 2022

Untukmu...

Untukmu...



Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibawa ke bengkel. Jangan khawatir, bahkan badai terhebat pun pasti akan reda. 

satu hal yang kuminta, tolong jangan bosan dengan sikapku yang kadang cuek, atau menghilang tanpa kabar. aku pergi untuk hidup kita kedepan, dan kamu harus tetap fokus dengan sekolahmu dan aku fokus dengan kerjaku

Mau dibungkam dengan cara apa pun, mau disudutkan dengan isu apa pun, kebenaran tetaplah kebenaran. Ia akan hadir dengan caranya sendiri. bahwa memang benar, saya benar-benar mencintaimu...

Jika kita berjodoh, walaupun hari ini dan di tempat ini tidak bertemu, kita pasti akan tetap dipertemukan dengan cara yang lain. Aku tidak mahir memberi gombalan, tapi aku tahu cara mendengarkanmu.

Tuhan... Aku rindu
Rindu yang tak pernah habis
Rindu yang kulipat dalam benakku
Rindu yang tiap hari kupeluk
Untukmu gadisku 
Aku sungguh mencintaimu 


Ismail Weripang 

Selasa, 19 Juli 2022

Rintihan yang tak berkesudahan

"Rintihan Yang Tak Berkesudahan"

Ada sesuatu yang terasa hampa saat langit semakin menua. ada  yang terasa berbeda saat  hujan tertahan diantara mega.  

Mobil Avanza putih parkir didepan toko buku, aku turun dari mobil dengan dua saudara sepupuku, Rachman dan Siti. Kami bertiga menuju toko buku dengan tujuan mencari buku. setelah senja beranjak pergi Di penghujung hari, Dan hati ini tak berhenti bernyanyi, kami bertiga pulang disaat jalan mulai sepi. 

Kutelusuri malam yang sunyi, diantara kendaraan yang mulai menepi, dan hati yang mulai bertanya-tanya ada apa ini? Kelam, hujan mengguyur kota ini. Suara rintihan minta pertolongan dimana-mana. Kilat dan Guntur memecahkan langit-langit, bagaikan dua pasangan kekasih yang lagi marah. 

"Ada apa ini?"
"Macet, Siti,"
"Iya tapi macet apa?" 

Mobil kami terjebak diantara macet yang panjang.

"Sepertinya banjir didepan sana" 
"Iya, kayaknya seperti itu"

Benar saja, banyak mobil yang sudah terjebak oleh arus banjir yang kini mengalir bersama bebatuan dan lumpur. 

"Kamu harus turun Madi, bantu warga biar mobil kita bisa cepat lolos" 
"Oke bro, sudah pasti itu"

Kubuka jaket hitamku, ditengah bisingnya suara klakson mobil dan banyak warga dan penumpang yang memilih berteduh, aku bersama para relawan lainnya bahu-membahu meloloskan kendaraan roda dua dan roda empat. Tibalah saatnya mobil kami. 

"Satu... Dua... Tiga....dorong...." Walaupun banyak material seperti lumpur dan bebatuan, Rachman dengan lihai meloloskan mobil ke seberang jalan. Anak muda ini memang telah berbakat mengemudi.

Kami bertiga pulang dengan hati yang lega, tapi disisi lain ada rasa cemas akibat curah hujan yang tinggi mengguyur kota ini. 

"Wow... Ada anak kecil yang hilang terbawa arus banjir" siti memecahkan keheningan kami, setelah ia membuka media sosial. 
"Oh ya, dimana" tanya Rachman
"Dijalan mawar, komplek ini sudah terjebak banjir, dan rumah warga tenggelam. Kini satu-satunya cara Mereke bertahan hidup dengan cara memanjat ke atap rumah" wajah Siti serius, bahkan dia terlihat sangat sedih karena kondisi warga yang menjadi korban bencana alam ini. 

Pagi tiba, mobil ambulance mondar-mandir dengan panik membawa korban, ada yang luka-luka, ada yang tertimbun lumpur dan bebatuan, bahkan ada yang meninggal terbawa banjir dan tertutup timbunan lumpur. suasana kota semakin kacau, orang-orang berlarian kesana-kemari.  Aku terlibat dalam gerakan relawan, membantu meringankan beban korban bencana banjir adalah tugas setiap individu yang selamat, yang merasa bahwa dia hidup tidak sendirian, melainkan sebagai makhluk sosial. 

Rintihan yang tak berkesudahan, menerjang kota Jayapura terkhususnya Sentani. Air danau meluap, warga yang rumahnya berada di dekat pesisir danau tenggelam. Banyak posko-posko pengungsian yang dibangun oleh pemerintah dan  para relawan. Aparat keamanan, TNI/POLRI, dan para tenaga medis saling tolong-menolong membantu para korban yang selamat. 

Aku berfikir, Terkadang Kelahiran dan kematian menjadi perjalanan yang sangat singkat. Apa yang harus kita lakukan ketika tidak menyukai sesuatu adalah dengan kesadaran mengubahnya. Jika tidak dapat mengubahnya, ubahlah cara kita  memikirkannya. Jangan mengeluh. 

Rintihan ini tak berkesudahan, masih terus berlanjut. Pasca bencana banjir yang menewaskan ratusan orang di Sentani; apakah Rintihan ini telah berakhir? Tidak!! Belum berakhir. 
Bagi masyarakat Kamoro dan Amungme, sejarah Freeport adalah sejarah penindasan. Berbagai kekejaman dan pelanggaran HAM disana. Banyak warga yang jatuh miskin, penyakitan, busung lapar di Asmat, dan berbagai pemberontakan yang mengatasnamakan kebebasan dan kemanusiaan. 

Rintihan yang tak berkesudahan, menjadi momok menakutkan dan makanan sehari-hari warga Papua. Ribuan pengungsi di pegunungan yang tak mungkin diliput oleh media akibat kontak senjata. Sungguh miris melihat bagaimana cara pemimpin-pemimpin di negeri ini menyelesaikan persoalan-persoalan sosial-ekonomi dan politik. 


"Hey, ko melamun apa?"
Suara Edo memecahkan lamunanku. Kapal yang kutumpangi terus berlayar gagah memecahkan gelombang. Angin kencang, mengingatkanku pada peristiwa-peristiwa kelam. Aku sedang berada di bagian dek 6 kapal.

"Ah... Kamu Do, sa hanya ingin sendiri" jawabku...
"Hahaha... Kau galau karena perempuan?" 

Aku membalas senyum Edo dengan candaannya, dan  berlalu pergi. 
"Hey tunggu, tunggu...mau kemana woi"
"Kau tahu Do, tidak semua hal didunia ini tentang perempuan, walaupun semuanya membutuhkan perempuan"
"Iya aku tahu itu, tapi aku penasaran dengan cara kamu melamun tadi, coba ceritakan Madi" 

Sambil berjalan menulusuri dek 6 kapal, aku mulai bercerita tanpa menengok ke Edo. 

"Rintihan ini tak berkesudahan Edo, kau pasti tahu banjir bandang di Sentani, berbagai pelanggaran HAM di Papua, busung lapar di Asmat, dan berbagai peristiwa kelam yang lainnya, itulah yang membuatku terus berpikir dan melamun" 

"Wow...aku bisa membaca orang-orang sepertimu Madi, tapi tunggu, akan ku kenalkan kau dengan seseorang, dia sama sepertimu" 
"Siapa?" 
"Tunggu sebentar ya, saya panggilkan dia" 

Aku menunggu Edo di Cafetaria  kapal, sambil memesan ABC Moca, aku duduk sambil membaca buku. Angin sepoi-sepoi perlahan-lahan menambah kesejukan di cafetaria kapal. Tak lama kemudian, seseorang datang menghampiriku. 

"Hey... Sa nama Odri" sahut pemuda itu. ia mengenakan setelan kaos hitam, celana jeans yang telah sobek di bagian kedua lututnya, giginya merah pinang serta rambutnya yang gimbal. Aku membalas jabat tangannya. 

"Madi" jawabku singkat. 
"Sa tahu ko dari Edo,"
"Edo, dimana dia" 
"Mungkin lagi pergi BAB" 
"HAHAHA"... Suasana mulai cair, kami berdua mulai ngobrol panjang lebar. Odri adalah pria asli Merauke, marganya Mahuse. Odri bercerita, dia diam-diam kabur dari kampung halamannya hanya untuk pergi merantau ke Jayapura, walaupun dalam keadaan keterbatasan biaya, dia mampu menyelesaikan kuliah S1  di salah satu universitas di Jayapura. 

Tidak cukup sampai disitu, ia adalah seorang aktivis, terlibat dalam beberapa aksi masa. ia bercerita banyak tentang kampung halamannya, korporasi raksasa  mulai deforestasi hutan lindung. Sawit dan padi mulai menjadi komoditas utama disana, dan makanan pokok orang asli Papua seperti  Sagu, mulai diasingkan. 

"Aduh... Aduh... Dua orang akvis mulai berbagi" hahaha...
Edo menghampiri kami berdua, dari cerita Odri, aku tahu mengapa ia pergi dari kampung halamannya. Namun si Edo selalu mencairkan suasana dengan candaannya yang terdengar Garing. 

Yang jelas, Rintihan yang  tak berkesudahan menjadi cerita yang terus berepisode. Terus berlanjut hingga benar-benar menumui pemimpin yang berhasil menamatkan cerita ini.

Aku berfikir,  Ada tempat untukmu, selalu tiada bersalju. Kau dan aku hilang Bersama seribu jingga. seperti suara-suara rintihan yang tak berkesudahan.Apa yang harus Anda lakukan ketika Anda tidak menyukai sesuatu adalah mengubahnya.

Terkadang Jiwa akan lebih tangguh dengan memaparkannya pada kesulitan.Apa yang paling kita takuti biasanya  yang paling perlu kita lakukan. Kita tinggal diatas tanah emas, batu emas, kayu emas, tetapi kita cemas. Akibatnya; "Rintihan yang Tak Berkesudahan" 

Oleh 
Ismail Weripang

Minggu, 10 Juli 2022

Dua Pagi

Dua Pagi


Dua pagi dilembah kobrogatso, kabut tebal menyelimuti angkasa, burung-burung berkicau diwaktu pagi, air sungai mengalir tanpa henti, menambah nuansa hidup masyarakat dipedesaan.

Dua pagi yang berbeda terpadu dalam Kehidupan masyarakat Desa dan Kehidupan masyarakat kota. 

Hari-hari berlalu, kaum rebahan berpeluk mesra dengan benda kecil, Scroll berjam-jam hingga menemukan titik kejenuhan. 

Di belahan dunia lain, didekat sungai dan  pantai anak-anak bermain dengan riang, angin dan udara segar menambah nuansa daerah pesisir dan pegunungan. 

Bagiku, setiap pagi adalah awal dari setiap rencana. Patah - tumbuh, jatuh - bangkit, senang - sedih; sudah menjadi siklusnya. manusia punya rencana sedangkan Tuhan punya kendali.

"Besok ko pulang?"
"Iya bro, tapi jangan bilang ke teman-teman yang lain"
"Kenapa?"
"Pokoknya jangan beritahu dorang bro"
"Iya sa tahu, tapi kenapa, apa alasannya ko pergi diam-diam"
"Ada rencana besar, ada langkah besar, dan sa mau itu menjadi kejutan buat dorang, bukan saat ini, tapi nanti, ko juga akan paham suatu saat nanti" 
"Oke baik bro," 

Terkadang aku berfikir, Orang yang berhenti berusaha tidak pernah menang, dan pemenang tidak pernah berhenti berusaha. Semua hal yang terjadi pasti ada alasannya. baik itu yang sudah terjadi, sedang terjadi, atau bahkan telah terjadi.

Dibalik alasan tersebut ada sebuah kekuatan besar yang tidak ada yang dapat menandingi-Nya di alam semesta ini. Maka, bersyukur terhadap segala hal adalah kunci sukses menikmati hidup.

Dan Permata, tidak dapat dipoles tanpa gesekan, begitu pula manusia, tidak dapat disempurnakan tanpa cobaan. Tiba didepan pintu perpisahan, angin kenangan tertiup perlahan-lahan menusuk kalbu. Andai waktu bisa dilipat kembali, maka selipkan aku dimasa lalumu. Meski jarak dan rindu mengulur waktu. 

"Kau selalu tidak tetap bro?" 
"Yah.. beginilah nasib pengelana" 
Sambil kubalas senyumnya, aku pergi bersama ransel tua peninggalan ayah. 

"Hati-hati dijalan bro" teriaknya...
"Oke..." Sambil melambaikan tangan, akupun berlalu pergi. 

Kapal Pelni telah tiba subuh tadi dipelabuhan, aku bergegas mencari bekal untuk makan diatas kapal, maklum, diatas kapal ada barang-barang yang bisa dibeli, tapi harganya tak sama dengan beli langsung dari pelabuhan atau kota dimana kita tinggal. 

"Dua Pagi" kapal memecahkan ombak disamudera Pasifik, entahlah... Aku pergi dengan berbagai alasan, karena hobi, atau hanya ingin memuaskan diri berbaur langsung dengan masyarakat di daerah pelosok. Hingga akupun balik melepaskan rindu, untukmu, mama. 

Daerah tropis dipesisir teluk Berau menyimpan sebuah kisah yang layak untuk diangkat menjadi cerita. Subuh hingga petang, dua orang manusia yang sudah bergerak menggunakan kendaraan roda dua pulang-pergi mencari rezeki hingga petang bahkan malam tiba.  

Kabut tebal, dan udara dingin di waktu subuh menusuk hingga ke  pori-pori. dua orang manusia ini tetap teguh berjalan di bawah kaki langit, di sepanjang waktu.

Aku diam sejenak, menatap kedua wajah yang hampir keriput, namun tanpa lelah bekerja siang dan malam. "Bapak dengan mama pergi jual sayur, ko jaga adik-adik dirumah" suara lantang pria paruh baya itu disetiap Subuh terdengar. Selepas shalat subuh, ia bergegas, walaupun hujan, angin, dingin, dan panas menghampiri. 

Lama aku diam, lalu kujawab dengan singkat; "Iya Pak." Perjalanan dari kebun ke pantai sekitar 15 km pulang-pergi, setelah itu menempuh perjalanan laut untuk membawa sayur di salah satu distrik di teluk Berau. Terkadang aku berpikir "sejauh apapun jalan yang kita tempuh, tujuan akhir selalu rumah" disepanjang waktu, para pengais rezeki bekerja keras.

Aku bisa mencium aroma asin laut, aroma sejuk di waktu subuh di tengah lembah pegunungan kobrogatso,meski wajahku masih segar bukan berarti aku kuat seperti mereka. Pada debur ombak, pada suara angin sepoi-sepoi di waktu pagi, dan senja diwaktu menjelang magrib, aku terperangkap diantara kuat dan sok kuat. 

Secangkir teh manis dipagi hari, dan sepiring pisang goreng menemaniku di gubuk tua lembah pegunungan kobrogatso. Entahlah merasa nyaman dan tidak nyaman belum tentu menjawab berbagai pertanyaan dikepala. 

Benar kata orang, segala sesuatu tidak bertahan selamanya. Begitupun perjalanan, kelak ada rindu yang memaksa untuk pulang. Dari samudera, dari udara, sang pengembara memberi kabar bahwa dia akan pulang.

Dan untuk kedua orang tua yang hebat, di sepanjang waktu, kalian sang  pemilik tangan yang selalu mengusap, meredakan hati yang mulai bergejolak, kau menangis diam-diam, menutupi semua keluh tanpa harus semua orang tau. Hari ini, aku, jagoan kecilmu bertahan hidup dimasa kini dan nanti.

Pelabuhan dan kenangan. Hening, menampilkan suasana perpisahan, melepaskan pelukan hangat yang tak lagi sama.aku berpikir bahwa melompat pagar ketakutan dan mencari tantangan baru adalah ajang kesadaran untuk terus maju. 

Ombak yang perkasa memaksa untuk lawan,  hujan yang deras memaksa untuk bertahan, kini tibanya dingin yang menghampiri dan  memaksa untuk kuat, dan terik matahari akan  membuat kita lebih mencintai hari di sepanjang waktu. 

Hapuslah air matamu Bapak,
Hapuslah air matamu Mama,
Aku pergi, sebagai petarung.

Jika aku tak menjadi bagian dari solusi, tentu saja  aku menjadi bagian dari persoalan. ini adalah kesadaran diri disepanjang waktu...

Terkadang Zona nyaman adalah tempat dimana kita menyimpan diri dan tidak ada yang bisa tumbuh disana, tetapi potensi kita bisa tumbuh hanya bila kita bisa berpikir dan keluar dari zona itu...

Untuk dua pagi, terimakasih untuk sugukan keindahanmu, engkau membuatku sadar bahwa Hidup bukan kapal karam, dan kita tetap berlayar diantara dua pagi sambil terus bernyanyi di atas sekoci...


Oleh 
Ismail Weripang

Dua Pagi

Dua Pagi


Dua pagi dilembah kobrogatso, kabut tebal menyelimuti angkasa, burung-burung berkicau diwaktu pagi, air sungai mengalir tanpa henti, menambah nuansa hidup masyarakat dipedesaan.

Dua pagi yang berbeda terpadu dalam Kehidupan masyarakat Desa dan Kehidupan masyarakat kota. 

Hari-hari berlalu, kaum rebahan berpeluk mesra dengan benda kecil, Scroll berjam-jam hingga menemukan titik kejenuhan. 

Di belahan dunia lain, didekat sungai dan  pantai anak-anak bermain dengan riang, angin dan udara segar menambah nuansa daerah pesisir dan pegunungan. 

Bagiku, setiap pagi adalah awal dari setiap rencana. Patah - tumbuh, jatuh - bangkit, senang - sedih; sudah menjadi siklusnya. manusia punya rencana sedangkan Tuhan punya kendali.

"Besok ko pulang?"
"Iya bro, tapi jangan bilang ke teman-teman yang lain"
"Kenapa?"
"Pokoknya jangan beritahu dorang bro"
"Iya sa tahu, tapi kenapa, apa alasannya ko pergi diam-diam"
"Ada rencana besar, ada langkah besar, dan sa mau itu menjadi kejutan buat dorang, bukan saat ini, tapi nanti, ko juga akan paham suatu saat nanti" 
"Oke baik bro," 

Terkadang aku berfikir, Orang yang berhenti berusaha tidak pernah menang, dan pemenang tidak pernah berhenti berusaha. Semua hal yang terjadi pasti ada alasannya. baik itu yang sudah terjadi, sedang terjadi, atau bahkan telah terjadi.

Dibalik alasan tersebut ada sebuah kekuatan besar yang tidak ada yang dapat menandingi-Nya di alam semesta ini. Maka, bersyukur terhadap segala hal adalah kunci sukses menikmati hidup.

Dan Permata, tidak dapat dipoles tanpa gesekan, begitu pula manusia, tidak dapat disempurnakan tanpa cobaan. Tiba didepan pintu perpisahan, angin kenangan tertiup perlahan-lahan menusuk kalbu. Andai waktu bisa dilipat kembali, maka selipkan aku dimasa lalumu. Meski jarak dan rindu mengulur waktu. 

"Kau selalu tidak tetap bro?" 
"Yah.. beginilah nasib pengelana" 
Sambil kubalas senyumnya, aku pergi bersama ransel tua peninggalan ayah. 

"Hati-hati dijalan bro" teriaknya...
"Oke..." Sambil melambaikan tangan, akupun berlalu pergi. 

Kapal Pelni telah tiba subuh tadi dipelabuhan, aku bergegas mencari bekal untuk makan diatas kapal, maklum, diatas kapal ada barang-barang yang bisa dibeli, tapi harganya tak sama dengan beli langsung dari pelabuhan atau kota dimana kita tinggal. 

"Dua Pagi" kapal memecahkan ombak disamudera Pasifik, entahlah... Aku pergi dengan berbagai alasan, karena hobi, atau hanya ingin memuaskan diri berbaur langsung dengan masyarakat di daerah pelosok. Hingga akupun balik melepaskan rindu, untukmu, mama. 

Daerah tropis dipesisir teluk Berau menyimpan sebuah kisah yang layak untuk diangkat menjadi cerita. Subuh hingga petang, dua orang manusia yang sudah bergerak menggunakan kendaraan roda dua pulang-pergi mencari rezeki hingga petang bahkan malam tiba.  

Kabut tebal, dan udara dingin di waktu subuh menusuk hingga ke  pori-pori. dua orang manusia ini tetap teguh berjalan di bawah kaki langit, di sepanjang waktu.

Aku diam sejenak, menatap kedua wajah yang hampir keriput, namun tanpa lelah bekerja siang dan malam. "Bapak dengan mama pergi jual sayur, ko jaga adik-adik dirumah" suara lantang pria paruh baya itu disetiap Subuh terdengar. Selepas shalat subuh, ia bergegas, walaupun hujan, angin, dingin, dan panas menghampiri. 

Lama aku diam, lalu kujawab dengan singkat; "Iya Pak." Perjalanan dari kebun ke pantai sekitar 15 km pulang-pergi, setelah itu menempuh perjalanan laut untuk membawa sayur di salah satu distrik di teluk Berau. Terkadang aku berpikir "sejauh apapun jalan yang kita tempuh, tujuan akhir selalu rumah" disepanjang waktu, para pengais rezeki bekerja keras.

Aku bisa mencium aroma asin laut, aroma sejuk di waktu subuh di tengah lembah pegunungan kobrogatso,meski wajahku masih segar bukan berarti aku kuat seperti mereka. Pada debur ombak, pada suara angin sepoi-sepoi di waktu pagi, dan senja diwaktu menjelang magrib, aku terperangkap diantara kuat dan sok kuat. 

Secangkir teh manis dipagi hari, dan sepiring pisang goreng menemaniku di gubuk tua lembah pegunungan kobrogatso. Entahlah merasa nyaman dan tidak nyaman belum tentu menjawab berbagai pertanyaan dikepala. 

Benar kata orang, segala sesuatu tidak bertahan selamanya. Begitupun perjalanan, kelak ada rindu yang memaksa untuk pulang. Dari samudera, dari udara, sang pengembara memberi kabar bahwa dia akan pulang.

Dan untuk kedua orang tua yang hebat, di sepanjang waktu, kalian sang  pemilik tangan yang selalu mengusap, meredakan hati yang mulai bergejolak, kau menangis diam-diam, menutupi semua keluh tanpa harus semua orang tau. Hari ini, aku, jagoan kecilmu bertahan hidup dimasa kini dan nanti.

Pelabuhan dan kenangan. Hening, menampilkan suasana perpisahan, melepaskan pelukan hangat yang tak lagi sama.aku berpikir bahwa melompat pagar ketakutan dan mencari tantangan baru adalah ajang kesadaran untuk terus maju. 

Ombak yang perkasa memaksa untuk lawan,  hujan yang deras memaksa untuk bertahan, kini tibanya dingin yang menghampiri dan  memaksa untuk kuat, dan terik matahari akan  membuat kita lebih mencintai hari di sepanjang waktu. 

Hapuslah air matamu Bapak,
Hapuslah air matamu Mama,
Aku pergi, sebagai petarung.

Jika aku tak menjadi bagian dari solusi, tentu saja  aku menjadi bagian dari persoalan. ini adalah kesadaran diri disepanjang waktu...

Terkadang Zona nyaman adalah tempat dimana kita menyimpan diri dan tidak ada yang bisa tumbuh disana, tetapi potensi kita bisa tumbuh hanya bila kita bisa berpikir dan keluar dari zona itu...

Untuk dua pagi, terimakasih untuk sugukan keindahanmu, engkau membuatku sadar bahwa Hidup bukan kapal karam, dan kita tetap berlayar diantara dua pagi sambil terus bernyanyi di atas sekoci...


Oleh 
Ismail Weripang

Rabu, 06 Juli 2022

Hilang

Hilang


Dia yang tahu dia yang berbicara. Pada sebuah perpisahan, menyisakan rindu dalam pertemuan.

"Aku pergi, dik!!"
"Jangan lama bang, sebelum lamaran orang lain datang"
"Iya, aku paham, Aku pergi ya, Assalamualaikum"
"Walaikumsalam"

Setiap pagi setiap jiwa ingin memperbaiki hidupnya, termasuk aku. Aku ingin kembali dingin, setelah mendengar kabar bahwa kau telah bertunangan.

Kutelusuri setiap pelosok kehidupan, menyantap setiap budaya, dan aku berfikir jangan terlalu jauh berekspektasi tinggi tentang seseorang.

Kita adalah perbedaan yang menolak berpisah. Kita sama-sama mendobrak pintu rindu, menantang alam semesta.

Tidak, aku pergi dan menghilang. Hidupku menantang maut tiap hari. Saat kecil, kita tersenyum tanpa alasan, namun ketika dewasa kita berusaha tersenyum dengan menyembunyikan berbagai alasan.

Seseorang sengaja mundur, bisa jadi ia melibatkan Tuhan dan takdir. Namun menyerah bukanlah suatu pilihan. Hubungan kita tanpa ikatan, tanpa ada kata jadian, namun perpisahan membuat kita sulit saling melupakan

 
Mungkin karena rindu, mungkin juga karena kenangan, ataukah aku yang berjiwa bebas!!! Yang ingin pergi dan tak mau menjalin asmara.  Daerah timur, membuatku bersyukur atas kehidupan. Anak-anak bertelanjang kaki bermain bola di ujung pasir dekat pantai. ketawa riang, tersenyum, seakan-akan mereka bersekutu dengan senja. Kokona tujuanku sebelum pergi ke Nduga. Bibir pantai di kokonao, menjadi tempat inspirasi untuk menikmati hari.


Kokonao sekarang, Jelas berbeda dengan Kampung Kokonao zaman dulu di Kabupaten Mimika, Kampung Kokonao merupakan salah satu dari tujuh kampung yang berada di Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika, Papua.

Adapun tujuh kampung ini adalah Kampung Aparuka, Apuri, Atapo, Kiura, Migiwia, Mimika, dan Kokonao.
Kokonao dikenal sebagai salah satu kota tua di Papua. Sebelum adanya ibu kota Mimika, Kokonao lebih dulu terkenal.

Bahkan, Kokonao dikenal sebagai salah satu pusat peradaban pendidikan di tanah Papua. Sejak 1927, Kokonao dikenal sebagai pusat perwakilan pemerintahan Belanda, pusat perkabaran Injil melalui misi Katolik, dan pusat pendidikan formal.


Camera Canonku menangkap gambar anak-anak yang bermain dibibir pantai kokona, dan aku suka melihat detail kehidupan.

"Ridho, ko sendirian disini?"
"Iya, lucu saja lihat anak-anak ini bermain dan  tersenyum tanpa beban"
"Hmm... Berhentilah jika ko lelah, namun jangan pernah ko menyerah pada kehidupan"
"Makasih dit,!!"
"Iya sama-sama"

Reydit tramo, pria berkulit hitam menjadi mualaf pada akhir tahun 2015, saat itu, usianya masih remaja.

Kami berdua duduk bersampingan dibibir pantai kokona sambil  menatap senja, hingga waktu shalat magrib tiba.

"Shalat yuk!!!"
"Oke, kita pergi untuk menjemput kemenangan"
"Baiklah bro, asalkan jangan ko galau terus"
"Sa tidak pernah galau, diamku, adalah cara terbaik untuk bertengkar dengan diriku, agar tidak bertindak diluar logika"
"Wow... Beginilah cara orang introvert sepertimu menghabiskan waktu, sa salut denganmu Do, ko hebat"
"Ah sudahlah, jangan berlebihan, buruan kita shalat"

Aku mulai berfikir, semua orang layak dicintai, siapapun dia, apapun agama dan latar belakang kehidupannya. Namun musuh dalam selimut wajib di waspadai. Terkadang, beberapa anak manusia bertindak di luar nalar.

Kutelusuri Indonesia timur dengan berbagai budayanya, menghilang dari media sosial, dan kini aku pergi ke kabupaten Nduga.

Dulunya pernah menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Jayawijaya. Bentang alam Kabupaten Nduga berada di keseimbangan Lembah Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang pada ketinggian  1500–2000 m di atas permukaan laut. Suhu udara bervariasi antara 14,5 derajat Celcius sampai dengan 24,5 derajat Celcius.

Pinus Kogeya mengatakan padaku, dalam budaya masyarakat Nduga, ketika terjadi perang mereka tidak boleh makan, makanan dari pihak yang dianggap lawan.

Ada kepercayaan dikalangan masyarakat Nduga, jika pantangan itu dilanggar mereka akan mendapat musibah yang lebih besar.

“Selama ini, mereka yang menolak bantuan hanya bertahan hidup dengan makan keladi atau ubi jalar yang mereka tanam. Itupun hanya dibuat atau dibangun,” ujarnya.

Wow... Suatu keyakinan yang prinsipil. Bagaimana dengan kita? Yang merasa hidup dari hasil yang tidak halal? Apakah kita tidak punya prinsip untuk menolak barang yang tidak halal?

Makin jauh aku melangkah, makin banyak yang harus aku tahu. Secara perlahan, aku hilang dan menelusuri beberapa daerah dipedalaman Papua, tanpa sinyal, aku menemukan banyak inspirasi dari kehidupan. Hingga pada suatu titik, Mama menelpon,

"Halo ma, sa masih di Nduga, bulan depan baru balik"
"Cepat ya, mama tunggu, sudah tiga tahun dan tiga kali lebaran ko tidak sama-sama dengan mama"
"Iya ma, Insyaallah Rido pulang, Assalamualaikum"

Aku menutup telepon,  bagaikan anak hilang yang tak tahu diri. Pergi dan jarang pulang ke rumah dan kampung halaman.

Mama, satu kata yang kurindu, Tak pernah kuharap kau cepat tua dan renta, Tak pernah ku ingin kau lelah dalam usia, Selalu kuharapkan kau terus bersamaku, Dengan cinta, kau berikan petuahmu.

Setelah aku mengililingi beberapa daerah di Papua, aku pulang dengan sejuta Rindu. Rindu pada orang-orang yang tak ingin aku pergi, Rindu pada sahabat yang aku numpang tidur dirumahnya, rindu Pada anak-anak yang meneteskan air mata saat aku pergi, mereka semua adalah kisah yang sulit kulupakan. 


Mama, anakmu yang hilang kini pulang,  untukmu, mama, aku melepas rindu....

Oleh
Ismail Weripang

Minggu, 03 Juli 2022

Nafas diujung tanduk

Nafas diujung tanduk



Sepih dan rapuh aku patah bagaikan tangkai kering meninggalkan batang pohon tua. Pilu nafasku tersengal-sengal diwaktu pagi ketika tubuh ini dipaksa untuk joging. 

Rumah gubuk itu, meninggalkan Kisah yang ingin kusampaikan.  Kabut diwaktu pagi menghalangi pandangan, suara burung dan binatang buas dimana-mana, kiranya hutan disini masih perawan. Tidak!!! Kini mulai tergerus oleh masyarakat nomaden, yang mulai berdatangan dari luar daerah. 

Buku-bukuku menumpuk, aku sudah tidak lagi aktif di media sosial, tapi beruntungnya masih ada buku yang bisa kubawa pulang. Kini setelah tamat kuliah aku memilih untuk mengasingkan diri di hutan. tempat dimana aku lahir. 

Orang-orang terdekat bertanya-tanya, bagaimana masa depanmu? Apa tujuanmu? Dimana kamu bekerja sekarang? Aku diam, kubalas mereka dengan senyum. Terkadang yang ada dikepala kita setelah lulus kuliah adalah mau  kerja dimana, nyari uang dimana, kita kaget terhadap realitas hidup. Tanpa pernah berfikir mengapa kita dikirim ke muka bumi ini. 

Hari ini, jika ditanya apa tujuanku, apa cita-citaku,  jawabanku cukup sederhana "bersyukur dan bahagia".

Dan soal pemerintahan apakah kita benar-benar mengerti apa dan mengapa Negara ini merdeka? Apakah saya harus ikut bermain dalam sistem yang korup ini? 

Pemerintahan yang kuat mencerminkan konsep Trisakti Bung Karno; Kedaulatan Politik, kemandirian Ekonomi, dan daya Tahan kultural. Kedaulatan politik terkait dengan penguasaan dan manfaat SDA berhadapan korporasi. kemandirian Ekonomi terkait dengan kedaulatan dan daya tahan energi untuk kesejahteraan rakyat. Sementara itu, dari aspek budaya, Indonesia harus beralih dari budaya liberalisasi yang cenderung tunduk pada aturan lembaga multilateral menuju bangsa  yang berkepribadian. 

"Sok idealisme, bilang saja tidak punya nyali untuk terjun". Benar, kamu benar. Ibarat kangkung yang tumbuh subur, di buang dalam minyak panas lalu ia layu bagaikan tangkai yang tak berpendirian.  Begitulah seterusnya, seperti apa yang di katakan prof Mahmud MD, "mereka yang hari berteriak lantang karena belum punya kesempatan untuk mendapatkan bagiannya"

Saya tidak pernah menyalahkan oknumnya, tetapi kesalahan itu berawal dari sistemnya. Ah... Terlalu jauh saya berfikir, hanya untuk yang halal, saya mencoba untuk keluar dari sistem. Ya sudahlah, kini nafas diujung tanduk. Mau tidak mau, suka tidak suka, suatu saat nanti kita akan tenggelam dalam kubangan lumpur ini. Paling tidak, percikannya, menodai baju putih Kebanggaan kita yang bernama "IDEALISME". 

inilah dunia Aktivis, seperti Nafas di Ujung tanduk. Mundur salah, maju salah, dan kita berada ditengah-tengah untuk keseimbangan pesawat yang bernama Indonesia, agar tidak jatuh terkapar seperti Sukhoi yang menabrak gunung salak. 

Dan tugas politik yang menyedihkan adalah menegakkan demokrasi di dunia yang penuh dosa. Menutup telinga pada suara mayoritas, membuka telinga untuk kepentingan segelintir orang. 

Kini Nafasku diujung tanduk, seperti keseharianku joging di lembah hutan pegunungan Mbaham,  membantu ayah berkebun, mencari kayu bakar dihutan, berburu ikan gabus disungai, dan memancing ikan dilaut. Seperti apa yang dikatakan aktivis senior terdahulu, "So Hok Gie", dengan kalimatnya yang populer "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan". 

Kita belum benar-benar merdeka jika nafas masih diujung tanduk,  Negara menjadi lembek (soft state), karena di pengaruhi kepentingan oligarki.

Akibatnya, pemimpin terpilih tidak kreatif merancang kebijakan publik dan tidak bisa berbuat banyak menata lembaga hukum dan birokrasi pusat - daerah. Oligarki mampu mengontrol gubernur, bupati, walikota di tingkat lokal untuk mendapat konsensi.

Otonomi daerah kemudian menjadi lahan empuk pertarungan modal merebut SDA. Rakyat termarginalkan, karena pusat kehidupan warga lokal, yakni lahan pertanian dan hutan lindung, disabotase untuk pertambangan. 

Kini tak berdaya, jogingku berakhir, nafasku diujung tanduk berakhir, terkapar diatas lantai papan tak beralas, asalkan para pemimpin ada kemauan untuk optimis, saya yakin, bangsa ini tidak mengemis. 

Ismail Weripang

27 Juni 2022

Sabtu, 02 Juli 2022

"Penyelamat" di negeri Wakanda

"Penyelamat" Dinegeri Wakanda


Pria tua itu berdiri tegak di hadapanku dan memanggil namaku, "Madi" dari kejauhan tampak terlihat jelas, dia berjalan perlahan ke arahku. 

"Namamu Sumardi ya?"
"Iya"
"Panggil saja aku penyelamat"
"Penyelamat? Siapa kamu!!!"
"Aku penyelamatmu" 

"Penyelamat... penyelamat..." Aku kaget dan terbangun dari tidurku. Siapa penyelamat ini? Apa arti mimpiku? Begitulah pikiranku bertengkar, baik dan buruk aku tidak pernah tahu dengan pertanda mimpi ini. Tapi yang jelas, aku melihat penyelamat. 

ini hanya mimpi. Dan mimpi adalah bunga tidur, dan sebaik-baiknya penyelamat adalah Allah SWT., Begitulah pikirku. Sebagaimana Allah telah berfirman, "kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS.Ali Imran [3]:110). 

Pagi tiba, aku berjalan menuju lorong kampus yang sepi dan pria paruh baya menyapaku sambil tangannya bersih-bersih ruang kampus. 
"Pagi Madi" 
"Pagi, bapak rajin sekali, pagi-pagi begini sudah bersih-bersih dikampus" 
"Iya, ini sudah menjadi tugas bapak, kamu kok pagi-pagi sudah ke kampus? Mau ketemu dosen pembimbing?" 
"Iya pak, nyari Dosen pembimbing seperti nyari jarum" 
"Hahaha... Begitulah kehidupan kampus dek Madi, tapi kamu harus tetap tegar dan sabar, biarkan semua ini berjalan atas Ijin-Nya" 
"Iya pak, saya permisi dulu ya" 
"Oke Madi, semoga berhasil ya, biar jadi penyelamat negeri ini"

Akupun berlalu pergi, tapi tunggu dulu, tadi pak Tardi bilang "Penyelamat" apakah dia tahu tentang mimpiku? Tapi yang aneh adalah dia menambahkan  kata itu menjadi kalimat "penyelamat negeri ini"
Apakah semua ini sesuai dengan tanda-tanda dari mimpiku? 

Tidak Madi, semua itu dusta, ingat penyelamat negeri ini hanya orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT.  begitulah pikiranku terus bertengkar mengenai mimpiku semalam. Tak lama kemudian, sebuah pesan singkat masuk di What'saap ku, 

"Ada rapat malam ini, kamu datang ya, nanti saya share lokasinya" 
"Oke" 

Malam tiba, aku datang dengan setelan kemeja hitam, celana jeans putih,dan sepatu kets hitam. dalam kelompok rapat kecil ini, kami dianggap orang-orang radikal, komunis, dan khilafah. Tapi tenang, kami tidak bermaksud jahat, apalagi bertindak makar. ini hanya diskusi biasa, yang akan melibatkan beberapa kelompok aktivis dari berbagai ideologi yang berbeda. 

Diskusi ini benar-benar ekstrem, bagaimana tidak, yang datang berkumpul ditempat ini dari berbagai ideologi. walaupun berat, tapi saya rasa ini adalah bentuk solidaritas dalam satu atap rumah yang bernama wakanda. 

"Misalnya, perubahan undang-undang UU P3H (Pasal 82, 83 dan 84, yang ada didalam pasal 38 UU cipta peluang)  soal ancaman pidana kepada orang-perorangan yang di tuduh melakukam penebangan pohon, memanfaatkan hasil hutan tanpa perizinan dari pejabat berwenang di kawasan hutan tersebut. Hal ini sungguh miris jika mau di lihat dari kacamata kita sebagai orang asli yang hidupnya sehari-hari bergantungan dengan alam seperti berkebun,  berternak,  dan juga mencari kayu bakar di hutan.  Dengan di sahkan undang-undang cipta peluang ini tentu sangat mempermulus langkah korporasi untuk eksploitasi hasil alam secara besar-besaran.  Tentu yang rugi bukan hanya buruh saja,  Tapi kita semua yang merasa anak bangsa bagian dari negara wakanda sangat di Rugikan.  Disisi lain, cipta peluang ini justru sangat menguntungkan bagi pengusaha dan juga penguasa"

Begitulah suara lantang dari salah satu aktivis lingkungan hidup yang berasal dari daerah terpencil. Brade, sapaan hangat kami kepadanya. Diskusi ini memanas dan terus berlanjut hingga pagi tiba, yang membuat saya kagum adalah mereka sangat menghargai teman-teman muslim yang sedang menjalankan ibadah shalat subuh, diskusi rehat  sejenak.  

"Oligarki, seperti halnya pemodal asing, tidak mau diikat regulasi pemerintah, pembatasan ekspor dan pungutan pajak. Mereka anti demokrasi. demokrasi bagi mereka hanya sebatas sistem pemilihan autokrat secara terbuka. Rezim yang berpihak pada kepentingan merekalah yang didukung.pasalnya, rezim yang berkuasa sangat bergantung penuh pada modal dan investasi mereka untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi. Singkatnya, mati-hidup jutaan rakyat Indonesia sangat bergantung pada segilintir orang kaya pemilik aset republik ini."

Aku menutup pertemuan ini dengan pernyataan kritis, Tapi dikepalaku, aku masih terus berpikir tentang mimpiku semalam "Penyelamat"  apa arti dari mimpi ini? 

"Hey brother, melamun apa?"
"Tidak!! Tidak apa-apa, ayo kita pergi" 
"Ko baik-baik saja toh?" 
"Iya, sa baik-baik saja"

Ken, nama lengkapnya kendri, tapi anak-anak biasanya panggil dia Ken, dia sudah lama berkecimpung di dunia Aktivis, terlibat dalam aksi protes tentang rasisme, hingga kini kacau law sebagai bagian dari sepak terjangnya. Dituduh sebagai kelompok yang merencanakan makar dan ingin memisahkan diri DARI Negara wakanda. Ditahan, disiksa, dipukul, bahkan di interogasi berjam-jam. Namun semangatnya mperjuangkan hidup masyarakat banyak sangat menginspirasi semua orang. 

Pukul 9:00, pagi, sahabatku, Radi membawa surat ijin aksi ke aparat. Malang nasib kami, surat itu ditolak dengan alasan virus coklat20.  

"Aksi ini tetap dilakukan, apapun resikonya, saya yang bertanggungjawab" begitulah suara lantang dari sang korlap (koordinator lapangan). "Hidup Mahasiswa" "Hiduuup...."  suara itu memecahkan langit-langit. Menggema dan terus menggema. Aparat kepolisian datang dengan personil lengkap, seperti mau pergi tempur melawan musuh. Gas air mata telah disiapkan, kami datang dengan semangat yang satu, tujuan agar bangsa ini tidak menjadi boneka asing dan mainan kaum pemodal (kapitalis). 

Mungkin inilah arti mimpiku, "Penyelamat" orang-orang yang berkumpul disini ingin bangsa ini selamat. Saya paham, mungkin gambaran pria tua dalam mimpiku adalah mereka teman-temanku yang turun ke jalan hari ini. Mereka ingin bangsa ini betul-betul merdeka dan selamat dari kaki tangan oligarki. 

Keringat bercucuran, barisan kami rapatkan walaupun ada virus coklat20. Dan Tugas politik yang menyedihkan adalah menegakkan demokrasi di dunia yang penuh dosa. Menutup telinga pada suara mayoritas, dan membuka telinga untuk kepentingan segelintir orang. 

Dua tahun berlalu, kini UU cipta peluang telah disahkan. Dampaknya sudah mulai dirasakan oleh rakyat yang hidup dipesisir dan pelosok negeri ini. Pertarungan pasar bebas dan luasnya lapangan kerja menjadi alasan kuat mengapa harus UU ini disahkan. Tapi miris nasib warga pemilik hak Ulayat adat, mereka dikucilkan hanya demi kepentingan segelintir orang dengan alasan membuka lapangan kerja. 

Otonomi daerah kemudian menjadi lahan empuk pertarungan modal merebut SDA. Rakyat termarginalkan, karena pusat kehidupan warga lokal, yakni lahan pertanian dan hutan lindung, disabotase untuk pertambangan. 

Aku mulai berpikir dan mengambil kesimpulan tentang mimpiku bahwa; Orang yang tidak mau mengambil risiko umumnya terpaksa mengambil apa saja yang ditinggalkan oleh orang lain yang memilih mengambilnya. Kekhawatiran berlebih sama buruknya dengan meremehkan. Keduanya adalah hal ekstrem yang wajib dikendalikan. Pada dasarnya kehidupan penuh dengan elemen bahaya. Semua sudah tertakar dan tidak akan tertukar apalagi nyasar...

Kita perlu menjadi penyelamat untuk diri sendiri, sebelum menjadi penyelamat negeri ini (Wakanda). 

Oleh
Ismail Weripang

Jumat, 11 Maret 2022

Mafia berdasi

Mafia berdasi
Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki peraturan-peraturan yang dibentuk berdasarkan kebijakan-kebijakan pemerintahanya dengan melalui permusyawaratan (demokrasi). 

Dalam kasus ini, Indonesia sangat peduli akan pemikiran bersama yang membuat semuanya itu merasa tidak ada yang didiskriminasikan. sangat miris melihat nasib anak manusia yang mati dari peluru sang pemburu. wajah tikus-tikus berdasi yang berlagak aktor ternama; pandai bersilat lidah dengan pemotongan masa tahanan.

  perpustakaan kota, bilik penjara, dan kantor wali kota, juga rumahku, tak mampu menjawab apa-apa tentang konspirasi alam semesta. Hanya mafia berdasi, melacurkan intelektual atas nama kepentingan negara. uang ditangan kiri, dan Kekuasaan ditangan kanan,  tuan bangkit kembali Seperti monster yang kelaparan...

Kamis, 03 Maret 2022

Rebahan Dan Perjalanan


Rebahan dan perjalanan

Dua yang berbeda terlihat dalam Kehidupan masyarakat kota dan Kehidupan masyarakat desa.

Hari-hari berlalu, kaum rebahan berpeluk mesra dengan benda kecil, Scroll berjam-jam hingga menemukan titik kejenuhan. 

Di belahan dunia lain, didekat bibir pantai, anak-anak bermain dengan riang, angin dan udara segar menambah nuansa daerah pesisir.

Bagiku, rebahan  bukan  Tembok batu dan bukan penjara, Begitu pula jeruji besi bukan kurungan; Pikiran yang tidak bersalah dan tenang, menganggapnya sebagai tempat bertapa.

Seperti halnya perjalanan, terkadang perlu adanya suatu ‘cara’ untuk  membungkus segala jejak langkah yang pernah terlewati. 

Melihat itu, Aku beranikan diri untuk melompat keluar dari pagar ketakutan, dan Hidup memaksaku untuk melangkah maju. 

Oleh
Ismail weripang

Kamis, 27 Januari 2022

Bukan Negeri Orang Dalam

Bukan Negeri Orang Dalam
(Sebuah impian kecil)


Kemajuan ekonomi suatu bangsa dapat berkesinambungan apabila didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki prakarsa dan daya kreasi untuk kemajuan diri termasuk hak-hak politiknya. Prakarsa itu hanya akan tumbuh apabila ada kesempatan yang sama dan berkeadilan kepada setiap warga negara dalam proses pembangunan.

Saat ini, Negara-negara di dunia semakin kompetitif dalam persaingan global seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan tekologi. Oleh sebab itu, masyarakat kita harus cerdas, cermat, dan punya semangat yang sama untuk menerima setiap perubahan yang ada. 

Di negara maju, sistem meritokrasi telah diterapkan sejak ratusan tahun lampau. Contoh modern dari meritokrasi dapat dilihat di Singapura. Negara tetangga Indonesia tersebut telah membentuk pemerintahan dan administrasi di berbagai sektor dengan menempatkan para pemimpin berdasarkan prestasi atau kemampuan mereka.

Sedangkan di Jepang, meritokrasi telah ada sejak restorasi Meiji. Meritokrasi di Jepang dapat dilihat ketika pemimpin negeri matahari terbit tersebut memberikan beasiswa ke luar negeri bagi siswa yang berprestasi.

Jauh sebelum masyarakat modern menerapkan meritokrasi, Dinasti Utsmani telah terlebih dahulu mengaplikasikannya. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga stabilitas negara yang terdiri atas berbagai etnik dan latar belakang budaya. Pada masa itu, bukan suatu hal yang mengherankan jika melihat anak Balkan menjadi serdadu atau komandan militer Utsmani dalam penaklukan Eropa.

Istilah orang dalam (nepotisme), harus berani kita lawan demi tercipta nya suatu pemerintahan yang bersih, stabilitas politik dan keamanan juga perlu diperhatikan agar terciptanya masyarakat yang harmonis, sejahtera, dan terwujudnya sila ke lima " keadilan sosial bagi seluruh rakyat  indonesia". 

Tentu tidak mudah untuk sampai ke sana, tapi penulis yakin bahwa terwudnya hal-hal besar dimulai dengan satu langkah kecil. Sebelum menegur orang lain, terlebih dahulu mengoreksi diri sendiri. apalagi kalau  kita berbicara soal bangsa, masa depan Negara, perlu kesabaran, solidaritas dan rasa optimis yang tinggi demi terwudnya cita-cita bangsa sebagaimana yang dicita-citakan oleh pendiri bngsa.

Oleh 

Ismail Weripang

Rabu, 12 Januari 2022

Perahu kajang Tua


Perahu kajang tua

Cerita perahu kajang tua masih membekas dihati dan akal.  Bagaimana para penakluk laut dan gunung dari negeri baham pernah ada di muka bumi.  

Teluk berau,  punya cerita sendiri tentang leluhur anak baham. Cerita turun-temurun ini bukan fiksi belaka,  melainkan realita yang pernah dirasakan oleh Tete (kakek),  hingga Bapak saat ini.  

Suatu malam yang gelap gulita,  gemerlap cahaya bintang menerangi langit malam.  Perahu kajang itu menuju arah sorong selatan untuk sekedar menukar sagu dengan sayur.  

"Arah kemudimu salah,  putar kiri sedikit,  lihat bintang yang paling terang itu,  muka perahu harus tepat pada bintang itu" ujar seorang pria paruh baya untuk kedua anaknya Yoko dan Dahlan.  

"Bagaimana mungkin bapak bisa tahu?  Sedangkan bapak sedang tidur dalam perahu" pikir Yoko dalam hati ketika memegang kemudi dibelakang perahu.  

Dahlan dengan dua dayung terus mendayung dengan punggung menghadap ke muka perahu. Ketiga anak bapak ini terus berlayar sesuai arah bintang yang sudah diarahkan oleh sang ayah.  

Lautan lepas,  gelap gulita,  bagimana anda bisa mengetahui arah?  Ya,  bintang adalah kompas alami.  Sang penakluk laut dizaman itu memang benar-benar hebat.  

Ketika tak ada angin,  Tete berdiri lalu memanggil angin untuk berlayar memakai layar. "suara memanggil angin itu sedih, dan itu benar-benar terjadi" ujar bapak.  

Sayang seribu sayang,  diantara keluarga bapak belum ada yang tau,  atukah mungkin saya yang belum mencari tahu, entahlah. Bapak bilang dia lupa bagaimana cara memanggil angin itu.

  Suara merdu nan sedih itu hilang ditelan zaman.  "suara memanggil angin itu benar-benar sedih" bapak menambahkan kalimatnya sambil menunduk menggulung pandoko.  

Kami, anak cucu punya rasa penasaran yang sangat tinggi tentang bagaimana keperkasaan para leluhur menakluk laut dan gunung.  Karena bagaimanapun juga kami hidup dari laut dan gunung.  

Kami dilahirkan untuk menjaga negeri ini, kami anak cucu besar dari lingkungan yang memang diwajibkan untuk bertahan hidup dari alam. Dan alam memberikan segalanya untuk kami. 

Pada akhirnya, Sebuah peristiwa mengungkap sejarah bahwa yang berusaha dieliminasi adalah orang-orang yang kuat. Terkadang Semesta banyak menyimpan misteri. Kita diharuskan untuk selalu mencari tahu apa dan siapa diri kita.  

Pesan Moral
"Kata "menyerah" tidak ada dalam kamus hidup para leluhur baham saat itu. Tekad dan keyakinan yang kuat membuat mereka optimis untuk sampai pada tujuan. Hidup keras bersama alam harusnya membentuk setiap karakter anak-cucu saat ini.  Walaupun tak memiliki kompas, para leluhur punya cara sendiri untuk menakluk laut dan gunung. Oleh karenanya, darah pantang menyerah harusnya mengalir pada anak-cucunya saat ini"

Untukmu...

Untukmu... Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibaw...